Skip to content

margondaselatan/kumpulan-seni-kata

Folders and files

NameName
Last commit message
Last commit date

Latest commit

 

History

25 Commits
 
 

Repository files navigation

Kumpulan Seni Kata

Daftar Isi

Konvensi penamaan: penulis - nama karya (tahun)

  1. Boethius - De consolatione philosophiae (The Consolation of Philosophy) (523)
  2. Haruki Murakami - After Dark (2004)
  3. Carlo M. Cipolla - The Basic Laws of Human Stupidity (1976)
  4. Randy Pausch - The Last Lecture (2008)
  5. Yanis Varoufakis - Another Now (2020)
  6. Ottessa Moshfegh - My Year of Rest and Relaxation (2018)
  7. Christopher J. Koch - The Year of Living Dangerously (2003)

The Consolation of Philosophy

Ditulis oleh: F.H. Zuhdi

Negarawan Romawi, Boethius, menulis karyanya berjudul Consolation of Philosophy pada tahun 523 sembari menunggu eksekusi dirinya oleh Raja Ostrogoth, Theodoric. Pada karya ini, Boethius mengeksplorasi konsep-konsep seperti pencapaian kebahagiaan di tengah penderitaan (beliau sendiri baru ditimpa suatu kemalangan yaitu pencabutan jabatannya setelah dituduh merencanakan pengkhianatan). Sebagai salah satu karya filsafat pertama yang saya baca ketika saya berusia 13 atau 14 tahun, buku ini telah menjadi salah satu gateway saya dalam mengeksplorasi karya-karya filsafat pada zaman pertengahan.

After Dark

Ditulis oleh: M.I. Ghozali

Novel fiksi kesebelas karya Haruki Murakami berlokasi di Tokyo pada malam hari. Bercerita tentang pertemuan antara Mari dan Takahashi yang bertemu lagi setelah dulu pernah bertemu dalam suatu double date bersama kakaknya. Gaya penulisan Murakami yang surreal dan juga durasi buku yang lumayan singkat membuat buku ini menurut saya baik jika dikonsumsi dalam satu kali duduk pada suatu malam yang sepi.

The Basic Laws of Human Stupidity

Ditulis oleh: A.C. Pramaditya

Buku ini (Allegro ma non troppo pada bahasa Italia, artinya "Cepat, tetapi tidak terlalu cepat") merupakan esai dari seorang mantan Profesor Ekonomi Universitas California Berkley, Carlo M. Cipolla. Buku ini membahas mengenai definisi aksiomatis secara formil akan kebodohan; kebodohan disini didefinisikan sebagai seseorang yang menyakiti orang lain tanpa memperoleh keuntungan apa pun untuk dirinya sendiri (no personal gain), berbeda dengan bandit yang jauh lebih dapat diprediksi yang mendapatkan sesuatu dari menyakitimu (personal gain exists). Cipolla menerangkan 5 pasal hukum fundamental kebodohan yang merupakan hasil dari pemikiran Cipolla sendiri. Buku ini asik dan ringan untuk dibaca dikarenakan konsepnya yang mudah dipahami (baik secara lelucon atau harafiah), dan sangat direkomendasikan sebagai bacaan ringan di sore hari.

The Last Lecture

Ditulis oleh: M.I. Ghozali

Buku yang dibuat berdasakan pada tradisi last lecture pada carnegie mellon university, lebih spesifiknya pada last lecture oleh Randy Pausch, seorang professor pada biadang interaksi manusia dan komputer pada universitas tersebut, pada September 2007 yang berjudul "Really Achieving Your Childhood Dreams" yang beliau bawakan setelah terdiagnosis terkena kanker pankreas.

Another Now

Ditulis oleh: A.C. Pramaditya

Judul buku dengan subjudulnya adalah: Another Now: Dispatches from an Alternative Present. Buku ini memberikan kita sistem alternatif akan manajemen dunia.

Meninggalkan cara-cara lama yang sudah lama kita dengar, ataupun cara-cara "baru". Cara-cara "baru" ini terkadang sebenarnya tidak begitu baru, hanya suatu cara agar... seorang atau suatu lembaga mencoba -- dengan menjadikannya sebagai batu loncatan -- menjadi relevan.

Varoufakis, melalui ketiga karakter di buku ini mencoba menggambarkan tiga suara. Suara aktivis kiri zaman 80an, suara ekonom yang bekerja pada Krisis 2008, dan seorang insinyur.

Alih-alih memakai kacamata kuda, sang penulis mencoba mengeksplorasi irisan teknologi-teknologi disruptif serta perannya dalam transisi serta transformasi kepada sistem manajemen dunia yang baik dan baru.

Memakai kacamata feodalisme teknologi, penulis menemukan kesamaan paham kiri dan liberalisme. Dengan begitu, ia melihat masyarakat liberal dan komunis secara teknologi, sebagai masa depan yang baik.

Buku ini adalah bacaan yang menarik dan dapat memberikan harapan, kepada mereka yang lelah dengan hiruk-pikuk dunia yang tak sesuai dengan visi-visi awal para politikus / aparat.

My Year of Rest and Relaxation

Ditulis oleh: R.A. Nuriyan

Karya fiksi dengan latar New York pada awal 2000-an ini menceritakan tentang seorang wanita muda yang mencoba untuk tidur selama setahun penuh karena ingin menjernihkan pikirannya dan mengubah cara pandangnya terhadap dunia. Dari sudut pandang tokoh utama, pembaca dapat menyaksikan berbagai interaksi yang dialaminya dengan orang-orang di sekitarnya, serta memori-memori dari hidupnya yang terkadang muncul dalam mimpi. Buku ini merupakan bacaan yang sesuai bagi sesama wanita muda yang merasa sendirian di tengah hiruk pikuk kota besar, yang merasa hanya ada untuk dipergunakan karena apa yang mereka miliki, yang memandang dunia ini sebagai tempat yang kejam tanpa seorang pun yang benar-benar peduli. Melalui tokoh utama yang digambarkan sebagai sosok yang nyaris sempurna dengan kecantikan dan kekayaannya, tetapi sulit untuk dicintai karena sikapnya yang arogan dan pandangannya yang sinis terhadap orang-orang di sekitarnya, pembaca akan dipaksa untuk bercermin dan menyadari bahwa mungkin saja mereka juga adalah seseorang yang sudah dilukai dan dimanfaatkan oleh lingkungannya, bahwa mungkin saja jauh di dalam dalam diri mereka, ada bagian yang merasa akan terbantu oleh periode tidur selama setahun penuh.

The Year of Living Dangerously

Ditulis oleh: A.C. Pramaditya

Berlatar pada tahun 1964 di Indonesia, judulnya berasal dari ucapan Vivere Pericoloso yang dipakai Bung Karno pada pidatonya di tahun tersebut. Novel ini menceritakan tentang orang-orang asing yang kebanyakan bermukim di Jakarta, pekerjaan mereka bermacam-macam (diplomat, wartawan, fotografer). Novel ini dibagi menjadi 3 bagian, dan bagian pertama adalah bagian yang paling saya sukai.

Jika saya kilas balik, bagian pertama adalah bagian dimana seorang wartawan asing dari Australia menyesuaikan diri kepada suasana Jakarta serta juga konflik dirinya sebagai Pria dari Barat (Global North) yang melihat kemelaratan parah pada orang-orang yang bermukim di dekat hotel bintang 5 yang ia tinggali saat itu (Hotel Indonesia Kempinski). Kala ditinggalkannya ruang-ruangan berhawa dingin di gedung hotel, ia berjalan di perkampungan sekitar (yang digambarkan benar-benar kumuh) dan becak-becak disekitarnya mengikuti sang pria kulit putih, dengan mati-matian demi nasib.

Suatu penggambaran yang benar-benar mengiris hati. Suatu bangsa yang dengan gagah berani melepaskan diri dari cengkraman Imperialisme dan Fasisme, yang telah melakukan percobaan demokrasi liberal, yang juga sempat mengadakan konferensi besar antar puluhan bangsa-bangsa... tak sanggup menjamin papan yang layak bagi beberapa rakyat saat itu. Kemudian, diceritakan juga seorang fotografer Australia yang mengagumi Sukarno.

Fotografer ini, bukan hanya berjalan di permukiman kampung tetapi ia mengadopsi suatu ibu dan anaknya. Kondisi kali-kali yang amat sungguh kumuh di Jakarta pada saat itu sering dipakai menjadi tempat cuci, tempat mandi, dan tempat minum. Sang fotografer memberitahukan sebab sakit anak tersebut kepada ibunya. Tak hanya berbekal nasihat akan kebersihan, dia juga menitipkan sejumlah uang yang bisa dipakai untuk memanggil seorang dokter. Bagian ini menggambarkan bagaimana pangan yang layak tidak sanggup dijamin negara bagi beberapa rakyat saat itu.

Di pertengahan novel ini, sang penulis menerangkan bagaimana mata uang Indonesia pada saat itu sedang inflasi buruk se-buruk-buruk-nya. Sang wartawan asing dari Australia yang di perkenalkan di awal novel, meraup keuntungan tiap kali dia menukar mata uangnya ke dalam bentuk Rupiah (penukaran dilakukan di pasar gelap). Seiring cerita mengalir, pegawai sang wartawan yang bernama Kumar diketahui dipaksa untuk memberikan "uang keamanan" kepada suatu lembaga untuk kebaikan warung keluarganya. Sang wartawan asing tak sungkan memberikan uangnya, dan sang pegawai -- dengan berat hati -- terpaksa menelan harga dirinya dan menerima uang tersebut.

Ketimpangan sosial dalam novel ini saya rasa dengan indah di gambarkan, tak terkurang kutipan-kutipan Alkitabiah dari Benny Kwan menemani pembaca dengan humanisme. Meski pada bagian ke tiga yang mendekati prahara 1965 dapat dikatakan sebagai distorsi sejarah, saya tetap benar-benar menyukai bagian pertama dari novel ini.

Releases

No releases published

Packages

No packages published

Contributors 4

  •  
  •  
  •  
  •